Indonesia Siap Terapkan Hak Dasar dan K3 di Tempat Kerja

Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan dan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Binwasnaker dan K3) Kementerian Ketenagakerjaan, Haiyani Rumondang, menegaskan, Pemerintah Indonesia dalam sidang International Labour Conference (ILC) ke-110, khususnya pada General Affairs Committee, sudah memberikan kontribusi yang besar dalam menerapkan prinsip dan hak-hak dasar di tempat kerja, serta Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

“Pemerintah Indonesia siap untuk menerapkan prinsip dan hak-hak di tempat kerja, serta K3 sebagai tambahan baru,” kata Dirjen Haiyani Rumondang, ketika memberikan Closing Statement pada Forum General Affairs Committee pada ILC ke-110 secara virtual, Jumat (3/6/2022) malam.

Dirjen Haiyani mengungkapkan, dinamika pembahasan diskusi sejak awal cukup luar biasa, terutama antara kelompok pengusaha dengan kelompok pemerintah.

Tapi dalam hal ini, lanjut Haiyani, Pemerintah Indonesia secara khusus telah memberikan posisinya sejak awal bahwa terminologi yang digunakan adalah working environment (lingkungan kerja).

“Saya kira, secara teknis ini merujuk pada terminologi yang diberikan kepada Indonesia bersama dengan negara lain,” ujarnya.

Sedangkan untuk saving clause (klausal pemisahan), kata Haiyani, Pemerintah Indonesia juga mendapat dukungan. Selain penggunaan terminologi saving clause, Pemerintah Indonesia juga mengacu pada Konvensi ILO, yaitu Konvensi Nomor 187 dan Konvensi Nomor 155.

“Ini menjadi suatu kebanggaan bagi Pemerintah Indonesia, karena mendapat dukungan dari negara lainnya,” ucapnya.

Rambu Penyelamat, Tekan Kecelakaan di Lingkungan Kerja

Siapa yang ingin celaka di tempat kerja? Tentu saja tidak ada dari setiap pemilik perusahaan maupun individu dan pekerja yang ingin mengalaminya.

Namun, tak dipungkiri bahwa banyak sektor usaha yang para pekerjanya dibayangi oleh risiko kecelakaan. Sebut saja perusahaan dengan risiko besar seperti tambang, migas, dan alat berat yang pekerjanya rawan mengalami kecelakaan kerja.

Banyaknya usaha yang tak luput dari risiko celaka menunjukkan potensi pasar bagi penyedia produk dan jasa khusus bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Salah satu pemain di bidang tersebut yakni Safety Sign Indonesia (SSI) yang berkantor di kawasan Gunung Batu, Kota Bandung.

“Saat ini K3 sudah mulai digalakkan terutama untuk perusahaan besar yang dalam legalitasnya maupun akreditasi dan dalam audit dibutuhkan dokumen kelengkapan K3 termasuk media kampanye K3,” kata Sales Executive Safety Sign Indonesia Ridwan Subekti kepada Liputan6.com beberapa waktu lalu.

Seiring pertumbuhan industri dan kesadaran mengamankan lingkungan kerja, permintaan akan produk dan jasa khusus bidang K3 semakin besar. Maklum, terkadang pengadaan rambu K3 baru dilakukan sungguh-sungguh memperhatikan kualitas dan kuantitas saat akan menghadapi audit atau setelah ada peringatan dari pemerintah setempat.

Tak heran, penyedia produk dan jasa K3 seperti Safety Sign Indonesia bisa mendapatkan klien dengan jumlah ribuan.

“Klien kita sudah 2.000 lebih, terdiri dari berbagai bidang yang ditangani mulai dari industri hingga personal. Bahkan, kebanyakan klien kami adalah industri berisiko besar,” ujar Ridwan.

Sesuai regulasi nasional terkait keselamatan kerja, pemasangan rambu K3 merupakan salah satu kewajiban yang harus dipenuhi pengurus perusahaan untuk menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja, kontraktor, dan semua pihak yang berada di area perusahaan.

Sebagaimana diketahui, penerapan K3 memiliki tiga tujuan dalam pelaksanaannya berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Ketiga tujuan utama penerapan K3 berdasarkan aturan tersebut, pertama, melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja.

Kedua, menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien. Dan ketiga, meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas nasional.

Dengan demikian, rambu K3 memainkan peranan penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman di tempat kerja.

“Dalam hierarki pengendalian risiko, memasang rambu K3 termasuk ke dalam upaya pengendalian administratif yang bertujuan untuk menghilangkan atau meminimalkan timbulnya risiko atau bahaya. Para ahli K3 pun menyadari bahwa perusahaan harus menyampaikan komunikasi K3 secara efektif untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman,” ujar Graphic Designer & Assessor Safety Sign Indonesia Cecep Radi.

Cecep menjelaskan, rambu K3 memiliki peranan penting untuk mencapai tujuan tersebut. Di mana dalam pemasangan rambu K3 di sejumlah perusahaan sering ditemukan kesalahan. Seperti desain dan format rambu K3 yang tak sesuai standar nasional dan internasional.

Akibat dari pemasangan rambu K3 yang tak sesuai standar dalam rangka meminimalkan kecelakaan kerja dan mengingatkan pekerja, kontraktor, dan tamu tentang potensi bahaya akhirnya tidak berfungsi maksimal. Ujungnya, kampanye K3 di perusahaan tidak efektif dan menjadi pemborosan.

“Tak hanya itu, kesalahan dalam pemasangan rambu K3 juga bisa memengaruhi poin penilaian perusahaan saat melaksanakan audit, karena tidak sesuai dengan standar dan pedoman yang berlaku,” ujar Cecep.

Kemnaker Gandeng Universitas PPNS untuk Tingkatkan Kualitas SDM K3

Kementerian Ketenagakerjaan menjalin kerja sama dengan Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS) untuk kembangkan sumber daya manusia (SDM) Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3). Kerja sama ini merupakan langkah awal untuk meningkatkan kualitas SDM K3 di masa mendatang. Untuk mewujudkan hal tersebut kedua belah pihak melakukan penandatanganan nota kesepahaman yang dilakukan oleh Ditjen Binwasnaker dan K3 Kemnaker Hery Sutanto dengan Direktur PPNS Eko Julianto.

“Melihat kebutuhan di masyarakat, maka pihak-pihak lain seperti Perguruan Tinggi, Lembaga Diklat yang telah memiliki perjanjian kerja sama dengan Kemnaker, dapat melaksanakan pembinaan personel K3 dengan tujuan agar makin meningkatkan penerapan K3 di Indonesia,” kata Hery Sutanto dalam keterangan tertulis, Jumat (18/3/2022).

Hery menjelaskan kerja sama ini merupakan wujud dalam menjalankan amanat UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

“Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran pengurus perusahaan dan pekerja tentang manfaat pelaksanaan K3, yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur PPNS Eko Julianto mengatakan melalui kerja sama ini bisa membantu meningkatkan relevansi pendidikan tinggi vokasi dengan kebutuhan industri era revolusi industri 4.0 dan society 5.0.

“Kerja sama ini sekaligus mewujudkan K3 sebagai budaya bangsa Indonesia,” kata Eko Julianto. Terakhir, Eko mengatakan kerja sama ini diharapkan akan melahirkan SDM berkompeten dalam bidang K3 pada masa mendatang.

“Berharap jalinan kerja sama dengan Kemnaker ini mampu mempersiapkan SDM yang kompeten dalam rangka mewujudkan Indonesia Emas 2045,” tutupnya.

Di Sidang GB ILO ke-344, ASEAN Sepakat Jadikan K3 Prinsip & Hak Dasar

ASEAN sepakat untuk mengimplementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sebagai prinsip dan hak mendasar dalam ILO’s Framework of Fundamental Principles and Rights at Work, terutama di pilar ‘the elimination of discrimination in respect of employment and occupation’.
Dirjen Binwasnaker & K3 Kemnaker, Haiyani Rumondang mengatakan hal itu menjadi bukti komitmen ASEAN terhadap penerapan K3. Ia mengatakan komitmen tersebut sudah tercermin di masa pandemi COVID-19 saat dikeluarkannya Joint Statement of ASEAN Labour Ministers on Response to the Impact of the Corona Virus Disease 2019 on Labour and Employment pada tahun 2021 lalu.

“Pernyataan ini merupakan bentuk komitmen bersama Menteri Ketenagakerjaan ASEAN untuk meningkatkan aspek K3 di kawasan termasuk dalam situasi sulit seperti dalam masa pandemi COVID-19,” ujar Haiyani dalam keterangan tertulis, Jumat (18/3/2022).

Mewakili Pemerintah Indonesia, Haiyani juga menyampaikan hal itu dalam sidang Governing Body (GB) International Labour Organization (ILO) ke-344, pada Kamis (13/3) malam.

Dalam sidang GB ILO ke-244 ini, Haiyani Rumondang menambahkan, ASEAN berpandangan terminologi yang saat ini ada di dalam berbagai International Labour Standards ILO tentang K3 yaitu safety and health and the working environment masih sangat relevan untuk digunakan pada masa kini.

Dalam konteks OSH, terminologi ‘working environment’ merepresentasikan segala aspek lingkungan yang dapat menjadi faktor bahaya terjadinya kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan gangguan kesehatan lainnya pada pekerja.

“Di sisi lain, tingkat penerapan K3 di tempat kerja juga berpengaruh terhadap kualitas atau tingkat kerusakan lingkungan hidup pada umumnya,” ujarnya.

Menurut Haiyani, isu K3 memiliki akar sejarah panjang di kawasan ASEAN. Yakni, pada tahun 2000 ASEAN sepakat untuk mendirikan ASEAN OSHNET yang menjadi platform ASEAN untuk membahas kerja sama peningkatan K3 di Kawasan Asia Tenggara.
“Bagi ASEAN, penerapan aspek K3 merupakan pengejawantahan dari ASCC Blue Print 2025, yang merupakan marwah dari kerja sama ASEAN di Pilar Sosial Budaya yakni Komunitas ASEAN yang melibatkan dan memberikan manfaat bagi masyarakat serta Komunitas yang inklusif, berkelanjutan, berketahanan dan dinamis,” ujarnya.

ASEAN berpendapat International Labour Standards terkait K3 yang dimasukkan dalam background documents dapat mewakili instrumen K3 yang dapat dipertimbangkan dalam diskusi mendatang di International Labour Conference untuk menjadi bagian dari prinsip dan hak mendasar dalam ILO’s Framework of Fundamental Principles and Rights at Work (Isu-isu terkait penyertaan kondisi kerja yang aman dan sehat dalam kerangka kerja prinsip-prinsip dan hak-hak dasar ILO di tempat kerja).

Haiyani juga menegaskan ASEAN berharap dengan dimasukkannya K3 sebagai prinsip dan hak mendasar dalam ILO’s Framework of Fundamental Principles and Rights at Work, perlindungan ketenagakerjaan akan semakin inklusif bagi seluruh pekerja di setiap sektor/kegiatan usaha serta memberikan kepastian perlindungan K3 dalam menghadapi future of work.

Gelar FGD, Kemnaker Tingkatkan Kesadaran K3 di Lingkungan Kerja

Jakarta – Kementerian Ketenagakerjaan melalui Direktorat Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan Ditjen Binwasnaker dan K3 menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema ‘Pemenuhan Syarat K3 Lingkungan Kerja untuk Mewujudkan Tempat Kerja yang Aman, Sehat, dan Nyaman’. Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesadaran penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lingkungan kerja.
“FGD tersebut diselenggarakan guna meningkatkan kesadaran dan komitmen bersama untuk mematuhi penerapan norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja lingkungan kerja sebagai bagian penting dari norma K3, sehingga pekerja tetap sehat, produktif, dan sejahtera, serta mendukung kemajuan dunia usaha,” kata Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Binwasnaker dan K3) Haiyani Rumondang dalam keterangan tertulis, Sabtu (5/3/2022).

Haiyani Rumondang mengatakan acara tersebut sengaja diselenggarakan karena Kemnaker ingin membangun interaksi secara langsung dengan pengusaha terkait kepatuhan penerapan persyaratan norma K3 di lingkungan kerja. Persyaratan K3 telah diatur dalam UU No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan PP No 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) serta peraturan pelaksana lainnya.

“Harapannya dengan kegiatan FGD ini persyaratan K3 lingkungan kerja dapat dipahami dan diterapkan dengan baik, sehingga makin meningkatkan kepatuhan serta memberikan manfaat untuk para pekerja dan pengusaha serta berkontribusi positif dalam keberhasilan pembangunan Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi,” jelasnya.

K3 merupakan salah satu aspek penting dalam perlindungan bagi pekerja dan kemajuan dunia usaha bahkan juga perlindungan bagi keselamatan dan kesehatan pada masyarakat. Fokus dari K3 yakni mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta agar proses produksi berjalan aman dan efisien.

Menurutnya, meskipun memiliki tujuan yang baik, penerapan K3 masih belum berjalan maksimal di lapangan. Padahal seharusnya K3 sudah menjadi kebutuhan serta menjadi budaya dalam setiap aktivitas kerja. Ia menekankan kolaborasi antara pengusaha dan serikat pekerja perlu dilakukan supaya menumbuhkan kesadaran pentingnya K3.

“Kita memahami bersama bahwa dengan pelaksanaan K3 sangat banyak manfaatnya bagi pekerja, perusahaan, masyarakat, lingkungan serta bagi bangsa dan negara. Sebaliknya, kita juga menyadari bersama bahwa akibat tidak dilaksanakannya K3 akan berisiko terjadinya kerugian terutama akibat kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja (PAK), dan gangguan kesehatan lainnya serta terganggunya proses produksi,” tutupnya.